Welcome to DUNIA LISTRIK

Welcome to DUNIA LISTRIK "Mari Belajar Listrik"
Disini kita bisa belajar bersama tentang Listrik mulai dari dasar hingga aplikasi yang bermanfaat bagi kehidupan kita

Saturday 31 December 2011

Sistem Pembakaran Batubara di dalam PLTU

Sistem Pembakaran Batubara di dalam PLTU

Pada tahap awal, batubara dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Batubara sebelum dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras, kemudian dimasukkan ke wadah (boiler) dengan cara disemprot, di mana dasar wadah itu berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran
bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir batabara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batubara yang mengambang. Selain mengambang butir batubara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai ukuran yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu menjadi penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa mengurangi polutan.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran lapisan tetap (fixed bed combustion), pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC).
1.    Pembakaran Lapisan Tetap (Fixed Bed Combustion)

 Gbr.1 Diagram sistem pembakaran lapisan tetap (fixed bed combustion)

Metode lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah karena pada metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal yang terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi tersebut sehingga pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara yang disukai untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 – 15%. Adapun tebal minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.
Pada pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash jumlahnya sedikit, hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya seperti pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250 – 300 ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan fasilitas berupa alat desulfurisasi gas buang.

2.    Pembakaran Batubara Serbuk (Pulverized Coal Combustion/PCC)
Saat ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran. Perkembangannya dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai contoh PLTU yang menggunakan teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik J-Power di teluk Tachibana, Jepang, yang boilernya masing – masing berkapasitas 1050 MW buatan Babcock Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25 MPa (254.93 kgf/cm2) dan suhunya mencapai 600/610 (1 stage reheat cycle).

Gbr.2 Diagram sistem pembakaran batubara serbuk (pulverized coal combustion)

Pada PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling, dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untukboiler PCC adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya berupa fly ash.
 Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang ada di dalam batubara akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut denganfuel NOx, sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi membentuk NOx pula yang disebut dengan thermalNOx. Pada total emisi NOx dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 – 90%. Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat proses pembakaran berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam batubara.
Pada proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada menurunnya kadar thermal NOx.
Selain itu, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas burner utama. NOx yang dihasilkan dari pembakaran utama selanjutnya dibakar melalui 2 tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut pula pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan Nitrogen dalam bahan bakar akan diubah menjadi N2. Selanjutnya, dilakukan pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing combustion), berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan ini, NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 – 200 ppm. Sedangkan untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat desulfurisasi gas buang.
Berdasarkan abu yang dikeluarkan apakah dalam keadaan kering atau dalam bentuk leburan (molten) oleh tanur pembakarannya maka unit proses pembakaran pulverized coal ini dibagi dua jenis. Tanur dengan abu yang dikeluarkan dalam keadaan kering disebut tanur dry bottom sedangkan dengan tanur dengan abu yang dikeluarkan dalam bentuk leburan disebut tanur slag tap atau wet bottom.
·      Dry bottom firing
Operasi unit abu kering lebih sederhana clan lebih fleksibel terhadap perubahan jumlah clan sifat-sifat batubara dibandingkan dengan unit wet bottom firing. Kerugian utama unit dry bottom firing ini adalah karena ukurannya lebih besar (sehingga lebih mahal) dan sekitar 80 – 90 % abu.
·      Wet bottom firing
Unit wet bottom firring ini dikembangkan untuk mengatasi masalah penanganan debu dengan cara membuat abu lebih berat, berbentuk granular dan tinggal dalam tanur lebih banyak dibandingkan dalama unit abu kering. Dalam unit wet bottom ini aliran leburan abu yang mengalir dari tanur disemprot dengan air dingin sehingga terbentuk produk dengan ukuran yang diinginkan. Sekitar 80 % abu bisa tinggal dalam tanur untuk beberapa unit desain tertentu.
·      Slurry firiing
Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih mudah ditransportasikan, disimpan dan digunkan dibandingkan dalam bentuk padat. bahan bakar dalam bentuk slurry ini diantaranya coal-water mixture (CWM) dan coal-oil mixtures (COM).
·      Tanur Cyclone
Pengembangan metoda pembakaran pulverized coal diantaranya adalah dengan menginjeksikan udara dan batubara secara tangensial dan dengan kecepatan tinggi ke dalam tanur cyclone horiontal silindris, kemudian membakar batubara tersebut bergerak mengikuti bentuk spiral. Tanur ini juga bisa digunakan untuk bahan bakar slurry dan pada umumnya pengoperasiannya dapat dilakukan dengan baik namun pemakainannya saat ini kurang disukai lantaran kecenderungannya untuk menhasilkan jumlah NO. Yang banyak. Alternatif metode pembakaran pulvarized coal banyak dipakai adalah pembakaran fluidized-bed.

3.    Pembakaran Lapisan Mengambang (Fluidized Bed Combustion/FBC)
Pada pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak seperti pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di atas kisi api selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran batubara dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam posisi mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari bagian bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin dan gaya gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan mencukupi untuk proses pembakaran.


Gbr.3 Diagram sistem pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion)

Karena sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain. Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler, kadar air yang menempel di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat diperkecil dan dibuat kompak.
Bila suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 – 1500, maka pada FBC, suhu pembakaran berkisar antara 850 – 900 saja sehingga kadar thermal NOx yang timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi lagi.
Kemudian, bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx pada metode pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat terjadi bersamaan dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara kemudian secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan selama proses pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium sulfat). Selain untuk proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai media untuk fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga pipa pemanas (heat exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler tidak mudah aus.
Pada pembakaran jenis ini tekanan pembakaran dinaiikan dan ukuran ruang pembakaran bisa lebih diperkecil sehingga menurunkan biaya investasi. Juga pada tekanan pembakaran di atsa 4-6 atm, turbin gas dapat dijalankan oleh gas pembakaran untuk menekan udara pembakaran dan menghasilkan daya listrik hasilnya dapat meningkatkan efisiensi dalam menghasilkan listrik. Beberapa keuntungan fluidized-bed antara lain :
a.    Biaya kapital dan biaya operasi rendah
b.    Perpindahan panas ke tabung boiler cukup tinggi sampai 100 btu/jam ft2 0F.
c.    Jumlah Nox yang terbentuk lebih sedikit karena temperatur nyala yang rendah.

No comments:

Post a Comment