Sistem
Pembakaran Batubara di dalam PLTU
Pada tahap awal,
batubara dibakar di dalam boiler secara bertingkat. Hal ini dimaksudkan untuk
memperoleh laju pembakaran yang rendah dan tanpa mengurangi suhu yang
diperlukan sehingga diperoleh pembentukan NOx yang rendah. Batubara sebelum
dibakar digiling hingga menyerupai butir-butir beras, kemudian dimasukkan ke
wadah (boiler) dengan cara disemprot,
di mana dasar wadah itu berbentuk rangka panggangan yang berlubang. Pembakaran
bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir batabara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batubara yang mengambang. Selain mengambang butir batubara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai ukuran yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu menjadi penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa mengurangi polutan.
bisa terjadi dengan bantuan udara dari dasar yang ditiupkan ke atas dan kecepatan tiup udara diatur sedemikian rupa, akibatnya butir batabara agak terangkat sedikit tanpa terbawa sehingga terbentuklah lapisan butir-butir batubara yang mengambang. Selain mengambang butir batubara itu juga bergerak berarti hal ini menandakan terjadinya sirkulasi udara yang akan memberikan efek yang baik sehingga butir itu habis terbakar. Karena butir batu bara relatif mempunyai ukuran yang sama dan dengan jarak yang berdekatan akibatnya lapisan mengambang itu menjadi penghantar panas yang baik. Karena proses pembakaran suhunya rendah sehingga NOx yang dihasilkan kadarnya menjadi rendah, dengan demikian sistim pembakaran ini bisa mengurangi polutan.
Pada dasarnya metode pembakaran pada PLTU terbagi 3, yaitu pembakaran
lapisan tetap (fixed bed combustion),
pembakaran batubara serbuk (pulverized
coal combustion /PCC), dan pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion / FBC).
1. Pembakaran
Lapisan Tetap (Fixed Bed Combustion)
Gbr.1
Diagram sistem pembakaran lapisan tetap (fixed
bed combustion)
Metode
lapisan tetap menggunakan stoker boiler untuk proses pembakarannya. Sebagai
bahan bakarnya adalah batubara dengan kadar abu yang tidak terlalu rendah dan
berukuran maksimum sekitar 30mm. Selain itu, karena adanya pembatasan sebaran
ukuran butiran batubara yang digunakan, maka perlu dilakukan pengurangan jumlah
fine coal yang ikut tercampur ke dalam batubara tersebut. Alasan tidak
digunakannya batubara dengan kadar abu yang terlalu rendah adalah karena pada
metode pembakaran ini, batubara dibakar di atas lapisan abu tebal yang
terbentuk di atas kisi api (traveling fire grate) pada stoker boiler. Bila
kadar abunya sangat sedikit, lapisan abu tidak akan terbentuk di atas kisi
tersebut sehingga pembakaran akan langsung terjadi pada kisi, yang dapat menyebabkan
kerusakan yang parah pada bagian tersebut. Oleh karena itu, kadar abu batubara
yang disukai untuk tipe boiler ini adalah sekitar 10 – 15%. Adapun tebal
minimum lapisan abu yang diperlukan untuk pembakaran adalah 5cm.
Pada
pembakaran dengan stoker ini, abu hasil pembakaran berupa fly ash jumlahnya
sedikit, hanya sekitar 30% dari keseluruhan. Kemudian dengan upaya seperti
pembakaran NOx dua tingkat, kadar NOx dapat diturunkan hingga sekitar 250 – 300
ppm. Sedangkan untuk menurunkan SOx, masih diperlukan tambahan fasilitas berupa
alat desulfurisasi gas buang.
2.
Pembakaran
Batubara Serbuk (Pulverized Coal
Combustion/PCC)
Saat
ini, kebanyakan PLTU terutama yang berkapasitas besar masih menggunakan metode
PCC pada pembakaran bahan bakarnya. Hal ini karena sistem PCC merupakan
teknologi yang sudah terbukti dan memiliki tingkat kehandalan yang tinggi.
Upaya perbaikan kinerja PLTU ini terutama dilakukan dengan meningkatkan suhu
dan tekanan dari uap yang dihasilkan selama proses pembakaran. Perkembangannya
dimulai dari sub critical steam, kemudian super critical
steam, serta ultra super critical steam (USC). Sebagai
contoh PLTU yang menggunakan teknologi USC adalah pembangkit no. 1 dan 2 milik
J-Power di teluk Tachibana, Jepang, yang boilernya masing – masing berkapasitas
1050 MW buatan Babcock Hitachi. Tekanan uap yang dihasilkan adalah sebesar 25
MPa (254.93 kgf/cm2) dan suhunya mencapai 600℃/610℃ (1 stage reheat
cycle).
Gbr.2
Diagram sistem pembakaran batubara serbuk (pulverized
coal combustion)
Pada
PCC, batubara diremuk dulu dengan menggunakan coal pulverizer (coal
mill) sampai berukuran 200 mesh (diameter 74μm), kemudian bersama – sama
dengan udara pembakaran disemprotkan ke boiler untuk dibakar. Pembakaran metode
ini sensitif terhadap kualitas batubara yang digunakan, terutama sifat
ketergerusan (grindability), sifat slagging, sifat fauling,
dan kadar air (moisture content). Batubara yang disukai untukboiler PCC
adalah yang memiliki sifat ketergerusan dengan HGI (Hardgrove Grindability
Index) di atas 40 dan kadar air kurang dari 30%, serta rasio bahan bakar (fuel
ratio) kurang dari 2. Pembakaran dengan metode PCC ini akan menghasilkan
abu yang terdiri diri dari clinker ash sebanyak 15% dan sisanya
berupa fly ash.
Ketika dilakukan pembakaran, senyawa Nitrogen yang
ada di dalam batubara akan beroksidasi membentuk NOx yang disebut denganfuel NOx,
sedangkan Nitrogen pada udara pembakaran akan mengalami oksidasi suhu tinggi
membentuk NOx pula yang disebut dengan thermalNOx. Pada total emisi
NOx dalam gas buang, kandungan fuel NOx mencapai 80 – 90%.
Untuk mengatasi NOx ini, dilakukan tindakan denitrasi (de-NOx) di boiler saat
proses pembakaran berlangsung, dengan memanfaatkan sifat reduksi NOx dalam
batubara.
Pada
proses pembakaran tersebut, kecepatan injeksi campuran batubara serbuk dan
udara ke dalam boiler dikurangi sehingga pengapian bahan bakar dan pembakaran
juga melambat. Hal ini dapat menurunkan suhu pembakaran, yang berakibat pada
menurunnya kadar thermal NOx.
Selain
itu, bahan bakar tidak semuanya dimasukkan ke zona pembakaran utama, tapi
sebagian dimasukkan ke bagian di sebelah atas burner utama.
NOx yang dihasilkan dari pembakaran utama selanjutnya dibakar melalui 2
tingkat. Di zona reduksi yang merupakan pembakaran tingkat pertama atau disebut
pula pembakaran reduksi (reducing combustion), kandungan Nitrogen dalam
bahan bakar akan diubah menjadi N2. Selanjutnya, dilakukan
pembakaran tingkat kedua atau pembakaran oksidasi (oxidizing combustion),
berupa pembakaran sempurna di zona pembakaran sempurna. Dengan tindakan ini,
NOx dalam gas buang dapat ditekan hingga mencapai 150 – 200 ppm. Sedangkan
untuk desulfurisasi masih memerlukan peralatan tambahan yaitu alat
desulfurisasi gas buang.
Berdasarkan abu yang dikeluarkan apakah dalam keadaan kering atau dalam
bentuk leburan (molten) oleh tanur pembakarannya maka unit proses pembakaran
pulverized coal ini dibagi dua jenis. Tanur dengan abu yang dikeluarkan dalam
keadaan kering disebut tanur dry bottom sedangkan dengan tanur dengan abu yang
dikeluarkan dalam bentuk leburan disebut tanur slag tap atau wet bottom.
·
Dry bottom firing
Operasi unit abu kering lebih sederhana clan lebih fleksibel terhadap
perubahan jumlah clan sifat-sifat batubara dibandingkan dengan unit wet bottom
firing. Kerugian utama unit dry bottom firing ini adalah karena ukurannya lebih
besar (sehingga lebih mahal) dan sekitar 80 – 90 % abu.
·
Wet bottom firing
Unit wet bottom firring ini dikembangkan untuk mengatasi masalah
penanganan debu dengan cara membuat abu lebih berat, berbentuk granular dan tinggal
dalam tanur lebih banyak dibandingkan dalama unit abu kering. Dalam unit wet
bottom ini aliran leburan abu yang mengalir dari tanur disemprot dengan air
dingin sehingga terbentuk produk dengan ukuran yang diinginkan. Sekitar 80 %
abu bisa tinggal dalam tanur untuk beberapa unit desain tertentu.
·
Slurry firiing
Pembakaran dalam bentuk slurry bertujuan agar bahan bakar lebih mudah ditransportasikan,
disimpan dan digunkan dibandingkan dalam bentuk padat. bahan bakar dalam bentuk
slurry ini diantaranya coal-water mixture
(CWM) dan coal-oil mixtures (COM).
·
Tanur Cyclone
Pengembangan metoda pembakaran pulverized
coal diantaranya adalah dengan menginjeksikan udara dan batubara secara
tangensial dan dengan kecepatan tinggi ke dalam tanur cyclone horiontal silindris, kemudian membakar batubara tersebut
bergerak mengikuti bentuk spiral. Tanur ini juga bisa digunakan untuk bahan
bakar slurry dan pada umumnya pengoperasiannya dapat dilakukan dengan baik
namun pemakainannya saat ini kurang disukai lantaran kecenderungannya untuk
menhasilkan jumlah NO. Yang banyak. Alternatif metode pembakaran pulvarized coal banyak dipakai adalah
pembakaran fluidized-bed.
3.
Pembakaran
Lapisan Mengambang (Fluidized Bed
Combustion/FBC)
Pada
pembakaran dengan metode FBC, batubara diremuk terlebih dulu dengan
menggunakan crusher sampai berukuran maksimum 25mm. Tidak
seperti pembakaran menggunakan stoker yang menempatkan batubara di
atas kisi api selama pembakaran atau metode PCC yang menyemprotkan campuran
batubara dan udara pada saat pembakaran, butiran batubara dijaga agar dalam
posisi mengambang, dengan cara melewatkan angin berkecepatan tertentu dari
bagian bawah boiler. Keseimbangan antara gaya dorong ke atas dari angin
dan gaya gravitasi akan menjaga butiran batubara tetap dalam posisi mengambang
sehingga membentuk lapisan seperti fluida yang selalu bergerak. Kondisi ini
akan menyebabkan pembakaran bahan bakar yang lebih sempurna karena posisi
batubara selalu berubah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik dan
mencukupi untuk proses pembakaran.
Gbr.3
Diagram sistem pembakaran lapisan mengambang (fluidized bed combustion)
Karena
sifat pembakaran yang demikian, maka persyaratan spesifikasi bahan bakar yang
akan digunakan untuk FBC tidaklah seketat pada metode pembakaran yang lain.
Secara umum, tidak ada pembatasan yang khusus untuk kadar zat terbang (volatile
matter), rasio bahan bakar (fuel ratio) dan kadar abu. Bahkan semua
jenis batubara termasuk peringkat rendah sekalipun dapat dibakar dengan baik
menggunakan metode FBC ini. Hanya saja ketika batubara akan dimasukkan ke boiler,
kadar air yang menempel di permukaannya (free moisture) diharapkan tidak
lebih dari 4%. Selain kelebihan di atas, nilai tambah dari metode FBC adalah
alat peremuk batubara yang dipakai tidak terlalu rumit, serta ukuran boiler dapat
diperkecil dan dibuat kompak.
Bila
suhu pembakaran pada PCC adalah sekitar 1400 – 1500℃, maka pada FBC, suhu
pembakaran berkisar antara 850 – 900℃ saja sehingga kadar thermal NOx
yang timbul dapat ditekan. Selain itu, dengan mekanisme pembakaran 2 tingkat
seperti pada PCC, kadar NOx total dapat lebih dikurangi lagi.
Kemudian,
bila alat desulfurisasi masih diperlukan untuk penanganan SOx pada metode
pembakaran tetap dan PCC, maka pada FBC, desulfurisasi dapat terjadi bersamaan
dengan proses pembakaran di boiler. Hal ini dilakukan dengan cara
mencampur batu kapur (lime stone, CaCO3) dan batubara
kemudian secara bersamaan dimasukkan ke boiler. SOx yang dihasilkan
selama proses pembakaran, akan bereaksi dengan kapur membentuk gipsum (kalsium
sulfat). Selain untuk proses desulfurisasi, batu kapur juga berfungsi sebagai
media untuk fluidized bed karena sifatnya yang lunak sehingga
pipa pemanas (heat exchanger tube) yang terpasang di dalam boiler tidak
mudah aus.
Pada pembakaran jenis ini tekanan pembakaran dinaiikan dan ukuran ruang
pembakaran bisa lebih diperkecil sehingga menurunkan biaya investasi. Juga pada
tekanan pembakaran di atsa 4-6 atm, turbin gas dapat dijalankan oleh gas
pembakaran untuk menekan udara pembakaran dan menghasilkan daya listrik
hasilnya dapat meningkatkan efisiensi dalam menghasilkan listrik. Beberapa
keuntungan fluidized-bed antara lain :
a. Biaya kapital dan biaya operasi rendah
b. Perpindahan panas ke tabung boiler cukup tinggi sampai 100 btu/jam ft2
0F.
c. Jumlah Nox yang terbentuk lebih sedikit karena temperatur nyala yang
rendah.
No comments:
Post a Comment